Ahli BPKP Sumbar Sering dibantah Pengacara Terdakwa Kasus Pasar Atas di PN Tipikor Padang

Rizky
02 Maret 2024 | 12:45:59 WIB Last Updated 2024-03-02T12:45:59+00:00
  • Komentar

Padang - Keterangan Ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Fitria SH, Cfr hadir dalam persidangan lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi dana pengelolaan gedung Pasar Atas Bukittinggi di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Padang, pada Jumat kemarin, (01/03). 


Dalam kapasitas melakukan penghitungan kerugian negara berdasarkan permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fitria mengatakan bahwa perkara ini terkait dengan adanya pengurangan, penambahan atau pergantian sejumlah karyawan cleaning service di Gedung Pasar Atas. 


    Lanjut Ahli BPKP Sumbar, seharusnya ada Adendum dalam laporan bulan per bulan dari seluruh karyawan termasuk karyawan cleaning service (cs) Gedung Pasar Atas Bukittinggi yang didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. 


    Secara umum pengertian Adendum adalah ketentuan tambahan di dalam kontrak yang dapat mengubah atau menghapus ketentuan-ketentuan yang telah ada atau menambahkan sejumlah ketentuan baru selama masa kontrak berlangsung.


    Hal ini terungkap dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi dana pengelolaan gedung Pasar Atas yang diduga merugikan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemko Bukittinggi Tahun 2020-2021 sebesar Rp. 811.159.354,26. 


    "Dari hasil audit, sebanyak 73 orang yang selalu dibayarkan perusahaan ke BPJS sementara jumlah karyawan bulan per bulan ada yang berubah. Seharusnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK Pemko Bukittinggi), baik Pak Alfiandi dan Bu Rini tidak hanya memastikan jumlah karyawan yang terdaftar tetapi harus juga mengawasi dan memastikan jumlah karyawan serta apa saja kerja karyawan yang bekerja sesuai dengan tugasnya," ujar Ahli BPKP Sumbar. 


    Tambah Fitria, meski yang dilaporkan melalui tagihan atau invoice sebanyak 73 orang karyawan tetapi yang kami akui hanya sebanyak 58 orang karyawan aktif bekerja. Artinya ada 15 karyawan fiktif yang didaftarkan oleh perusahaan ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan. 


    Dalam kasus ini, Jaksa telah menetapkan 7 orang Terdakwa diantaranya adalah Alfiandi, Randi, Jhon Fuad, Herman, Rini, Suharnel dan Yaser Yatim yang sekarang masuk Daftar Pencarian Orang.


    Sementara itu, Kuasa Hukum Terdakwa Suharnel, Zul Fauzi usai rehat persidangan membantah bahwa klien kami Suharnel dalam fakta persidangan bukan merupakan orang perusahaan, yang dianggap sebagai kordinator lapangan. Dan dari data ahli tidak termasuk dalam cs yang fiktif. 


    Tapi yang jadi pertanyaan kami kepada ahli, kata Zul Fauzi, posisi Suharnel sebagai apa, jawaban ahli sebagai kordinator lapangan yang mengontrol pekerja cs di pasar atas. 


    Nah setelah itu kami tanyakan lagi, dimana letak penetapan hukum terhadap Suharnel karena beliau bukan orang perusahaan, data dari ahli bukan pula cs yang fiktif, bukan juga penentu di perusahaan, bukan juga orang yang melakukan pembayaran gaji kepada karyawan. 


    "Beliau murni sesuai keahlian, melatih orang sebagai cs pasar atas ini, kemudian bagaimana bisa melakukan kerjaan dengan baik. Buktinya kita tau, tidak ada komplain dari masyarakat terhadap pekerjaan cs dan pasar atas selalu bersih. Dan atas dasar apa juga pak Suharnel dijadikan sebagai terdakwa," tegas Zul. 


    Dalam kesempatan yang sama, Kuasa Hukum Terdakwa John Fuad, Buschandra Burhan ikut membantah, mengapa tidak tercatat oleh audit ahli BPKP bahwa ada uang bantuan sebesar lebih kurang Rp. 20 juta rupiah yang digunakan untuk kampanye oleh salah satu pasangan calon walikota Bukittinggi pada saat itu atas pengakuan saksi Puti Sanjaya pada Jumat lalu. 


    "Buktinya ada dalam pembukaan dan terungkap dalam persidangan yang disampaikan saksi Puti Sanjaya. Kenapa ini tidak tercatat, padahal kelebihan uang yang ratusan ribu, BPKP bisa menemukan. Ini kenapa tidak ditemukan, apakah dikesampingkan, itu fakta persidangan, tidak bisa dia menjawab," tanya Buschandra Burhan. 


    Jadi, lanjut Buschandra, dalam fakta persidangan tadi (kemarin) dipertegas juga oleh Majelis Hakim, apakah kesalahan administrasi dan atau kesalahan pengelolaan bagian bentuk kerugian negara juga? 


    Menyikapi keterangan Ahli dari BPKP Sumbar yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Kuasa Hukum Rini, Didi Cahyadi Ningrat juga mempertanyakan, apakah ahli memiliki kapasitas atau tidak dalam penghitungan kerugian negara dan apakah sekaligus memisah-misahkan antara peranan, kedudukan, fungsi dari para terdakwa?


    "Sehingga kita ingin memastikan, kalau memang ada kerugian negara, sesuai gak dengan kapasitas dengan yang bersangkutan (terdakwa) dan dengan periode jabatan, sehingga jelas. Misal, ketika jabatan yang dipegang Si A lalu digantikan oleh Si B, apa saja kesalahan, apa saja kerugian negara yang timbul. Sementara Ahli tidak mampu menjelaskan hal itu," ujar Didi. 


    Lucunya, tambah Didi, ketika kita tanyakan apa saja kerugian negara yang ditimbulkan atau yang menjadi tanggung jawab oleh klien kita, justru nilainya berbeda dengan nilai dakwaan jaksa. 


    "Didalam dakwaan ada sekitar Rp. 160 juta rupiah sementara data kerugian negara dari data ahli yang juga baru dihitung di persidangan jumlahnya berbeda, muncul angka senilai Rp. 96 juta rupiah," ungkapnya. 


    "Jadi tidak bisa dibebankan perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh seseorang yang sebenarnya menjadi tanggung jawab orang lain atau perusahaan tetapi dibebankan juga kepada klien kita," tutup Didi. (*)

    Komentar
    Komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
    • Ahli BPKP Sumbar Sering dibantah Pengacara Terdakwa Kasus Pasar Atas di PN Tipikor Padang
    • 0