PTUN Batalkan SK Kemendikbud Ristek Tentang Komite Nasional Uji Kompetisi Mahasiswa Bid Kes

Rizky
25 November 2022 | 19:47:52 WIB Last Updated 2022-11-25T19:47:52+00:00
  • Komentar
Foto : Tim Kuasa Hukum UFDK, APTISI dan HPTKes

SIARAN PERS

Perjuangan Panjang Universitas Fort De Kock Bukittinggi, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (APTISI), Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan (HPTKes) akhirnya berbuah manis dengan dibatalkannya Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbud Ristek RI) Nomor: 62/P/2022 tanggal 11 Februari 2022 Tentang Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.


    Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada tanggal 22 November 2022 memerintahkan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI untuk mencabut Surat Keputusan tersebut karena dianggap sebagai Surat Keputusan yang bertentangan dengan Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Menimbulkan Akibat Hukum dalam bentuk kerugian bagi para Mahasiswa dan juga Perguruan Tinggi.


    Perjuangan Universitas Fort De Kock Bukittinggi, APTISI dan HPTkes melalui gugatan ke PTUN Jakarta dilatar belakangi karena persoalan adanya tuntutan dari 3 orang Mahasiswa Universitas Fort De Kock (UFDK) Bukittinggi yang gagal wisuda, sehingga tidak bisa melanjutkan studi lebih lanjut ataupun melamar pekerjaan tertentu, karena terhalang memperoleh ijazah akibat tidak bisa diluluskan sebagai akibat belum mempunyai sertipikat kompetensi. 


    Tuntutan ditujukan terhadap UFDK sebagai kampus yang dianggap menghalang-halangi hak mereka untuk mendapat pekerjaan. Tuntutan para mahasiswa tersebut diajukan melalui gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Bukittinggi. Mahasiswa (Penggugat) menuntut agar kampus meluluskan mereka dan memberikan ijazah karena mereka telah menyelesaikan seluruh bidang studi selama masa perkuliahan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Mahasiswa menuntut ganti rugi sejumlah uang karena merasa telah dirugikan secara materil dan imateril.


    Pada saat dimulainya pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri Bukittinggi, pada proses mediasi tercapai suatu kesepakatan perdamaian antara para mahasiswa (Penggugat) dengan pihak UFDK (Tergugat), adapun yang menjadi poin pokok dalam perdamaian disepakati UFDK akan memperjuangkan aspirasi para mahasiswa yang terhalang untuk memperoleh ijazah tersebut kepada pihak yang memiliki kontrol dengan mengambil alah kewenangan pihak kampus dalam memberikan ijazah sebagai tanda bukti mahasiswa telah menyesuaikan seluruh studinya. 


    Akar masalah ada pada Komite Ujian Kompetensi Nasional yang dibentuk oleh Mendikbud Ristek RI yang mensyaratkan sertipikat kompetensi sebagai persyaratan untuk tamat pendidikan vokasi tenaga kesehatan, selama belum tamat selanjutnya dari para mahasiswa yang sudah selesai studi dibebaskan dari biaya kuliah sampai mereka bisa dinyatakan lulus.


    Komitmen dalam kesepakatan damai tersebut kemudian dilanjutkan dengan dilakukannya konsolidasi pada organisasi yang menaungi UFDK yaitu HPTkes dan APTISI, dari hasil himpunan data yang diperoleh, seluruh anggota APTISI (ada sekitar kurang lebih 3.500 perguruan tinggi seluruh Indonesia) dan anggota HPTkes (1.600 perguruan tinggi kesehatan). Ternyata dalam perhitungan yang dikumpulkan sekitar 320.000 mahasiswa telah menjadi korban seperti mahasiswa UFDK (tidak dapat memperoleh ijazah karena belum lulus uji kompetensi), bahkan terbuka kemungkinan kampus-kampus lain akan dituntut oleh mahasiswanya yang terhalang menamatkan studi, padahal para mahasiswa telah menyelesaikan seluruh studinya.


    Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh UFDK maka APTISI dan HPTKeS sepakat secara bersama-sama memperjuangkan nasib para mahasiswa dengan langkah litigasi (jalur hukum) mengajukan gugatan ke PTUN dan langkah advokasi non litigasi dengan cara menyampaikan aspirasi kepada DPR RI serta aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi, menuntut dibubarkannya Komite Uji Kompetensi Nasional.


    Setelah melalui proses persidangan di PTUN Jakarta, Para Penggugat telah mengajukan berbagai alat bukti dan menghadirkan para ahli untuk didengar keterangannya sesuai keahlian mereka (Ahli Pendidikan Vokasi dan Ahli Permasalahan Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan). Berdasarkan dalil dan bukti yang telah para Penggugat ajukan, maka PTUN Jakarta akhirnya memutus perkara dengan hasil yang sesuai harapan yaitu membatalkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Republik Indonesia Nomor 62/P/2022 tanggal 11 Februari 2022 Tentang Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.


    Dengan adanya putusan PTUN Jakarta maka telah terbukti apa yang menjadi alasan tuntutan Mahasiswa, UFDK, APTISI dan HPTKes. Tim Advokasi (Kuasa Hukum) UFDK, APTISI dan HPTKes, Didi Cahyadi Ningrat, Guntur Abdurrahman, Ryan, Ronal Marcelinus, Sarah Eliza Aisyah dan Khairul Abbas merasa bersyukur dan sangat puas dengan Putusan PTUN Jakarta yang telah memerintahkan Menteri untuk mencabut Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 62/P/2022 tanggal 11 Februari 2022 Tentang Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.


    Dengan demikian kewenangan Perguruan Tinggi telah dikembalikan sesuai UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi, yaitu Perguruan Tinggi berhak memberikan ijazah kepada para mahasiswa sebagai bukti mahasiswa telah menyelesaikan seluruh proses pembelajaran sesuai kurikulum. Sedangkan sertipikat kompetensi kembali sesuai fungsinya, yaitu sebagai bukti untuk mengukur suatu kompetensi bidang-bidang tertentu, tidak memiliki sertipikat kompetensi tidak lagi menjadi penghalang dalam penerbitan ijazah bagi mahasiswa yang telah selesai studi.


    Selanjutnya Didi Cahyadi Ningrat dan Khairul Abbas juga menyampaikan bahwa janji dan komitmen dalam poin perdamaian antara UFDK dengan para mahasiswanya untuk memperjuangkan agar mereka dapat memperoleh ijazah telah ditunaikan dengan baik.  


    "Alhamdulillah gugatan kita dikabulkan seluruhnya, Insyaallah mahasiswa akan memperoleh haknya untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau mencari pekerjaan dengan ijazahnya," kata Didi. 


    Jika dalam 14 hari ke depan tidak ada upaya hukum banding dari Pihak Mendikbud, Guntur Abdurrahman menambahkan, dalam sengketa yang telah diputus oleh PTUN Jakarta ini kita tidak berbicara Menang Kalah. Namun semua pihak harus lebih melihat ini sebagai upaya menguji untuk menemukan kebenaran dan keadilan. 


    "Jangan jadikan proses hukum ini sebagai ajang penentuan siapa yang lebih kuat dan merasa paling benar, karena ada ratusan ribu nasib anak bangsa yang jadi pertaruhan dan merasakan akibatnya. Mari jadikan putusan ini sebagai momentum untuk bersama-sama membangun kesepahaman yang bertujuan untuk sama-sama membangun, menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan tenaga kesehatan demi mencapai kemaslahatan sebesar-besarnya yang menjadi tujuan berbangsa dan bernegara," ucap Guntur. (*) 

    Komentar
    Komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
    • PTUN Batalkan SK Kemendikbud Ristek Tentang Komite Nasional Uji Kompetisi Mahasiswa Bid Kes
    • 0