![]() |
Foto: Konsolidasi Pengawasan Pemilu Tahun 2024 di Kota Bukittinggi. |
Bukittingi - Agar tercipta Pemilu yang berintegritas dan berkualitas harus ada persamaan persepsi tentang aturan dasar pengawasan Pemilu.
Dalam Pasal 1 angka 1, UU Nomor 7 Tahun 2017, Tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa PEMILU adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini tertuang dalam Konsolidasi Pengawasan Pemilu Tahun 2024 dengan tema sinergitas pengawas pemilu dan pemantau pemilu dalam rangka menjaga stabilitas politik di Kota Bukittinggi, di salah satu hotel, pada Rabu, 7 Desember 2022.
Hadir dalam kegiatan Konsolidasi Pengawasan Pemilu kali ini, diantaranya, Dosen Hukum Tata Negara, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Khairul Anwar, SH, MH. Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi, Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Bukittinggi, Eri Vatria dan Tim Bawaslu Kota Bukittinggi serta Peserta Pengawas dan Pemantau Pemilu dari berbagai unsur masyarakat Kota Bukittinggi.
Menurut Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi, Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, Bawaslu Kota Bukittinggi, Eri Vatria, bahwa pada kesempatan kali ini, diharapkan adanya persamaan persepsi. Harus tau aturan dasar pengawasan pemilu agar terjadi pemilu yang berintegritas dan berkualitas.
Pengawas Pemilu Secara Formal diantaranya,
1. Dilakukan Lembaga Pengawas Pemilu, yakni Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kab/Kota, Panwascam, PPL.
2. Secara Hakekat Demokrasi. Seharusnya dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif sebagai pelaku utama pemilu dan pemilik kedaulatan tertinggi dalam negara.
"Mengapa hal ini harus ditekankan, pengawasan Pemilu tidak hanya dari Bawaslu saja tetapi pengawasan juga diharapkan dari unsur masyarakat. Kita (Bawaslu) tidak lagi menjadikan masyarakat sebagai objek Pemilu tetapi menjadi Subjek, artinya masyarakat menjadi penentu suksesnya Pemilu yang berintegritas dan berkualitas pada tahun 2024," ujar Eri Vatria.
Sementara itu, menurut Khairul Anwar, dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa kriteria Pemilu bersih, diantaranya;
1. Penyelenggara pemilu yang adil.
2. Tingginya partisipasi pemilih dan cerdas menggunakan haknya.
3. Demokrasi internal partai.
4. Terpilihnya wakil rakyat yang bertanggung jawab.
5. Terpilihnya pemimpin yang mendorong pemerintahan yang bersih.
Selain itu kata Khairul, bahwa ada dampak positif pemilu secara serentak, diantaranya;
1. Kedaulatan ditangan rakyat terwujud secara nyata.
2. Aspirasi rakyat bisa disampaikan.
3. Melahirkan pemimpin sesuai keinginan rakyat.
4. Pemimpin terpilih lahir dari anak bangsa terbaik.
5. Pemilu dapat dijadikan sarana pesta rakyat untuk berdemokrasi.
Namun demikian, lanjut Khairul ada juga dampak negatif pemilu serentak, diantaranya;
1. Biaya pelaksanaan pemilu sangat tinggi.
2. Membutuhkan sumber daya yang besar.
3. Berpotensi memunculkan kendala teknis.
4. Potensi money politic.
5. Potensi fanatisme politik yang berpotensi memecah belah masyarakat.
6. Kesulitan menentukan sikap politik karena banyaknya pilihan.
Meskipun demikian, dari keseluruhan proses atau tahapan serta pengawasan dalam Pemilu, Khairul memberikan penekanan bahwa rata-rata Petugas Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak terlalu banyak yang memahami secara detail aturan dasar Pemilu.
"Untuk itu perlu diberikan pembekalan atau bimbingan teknis secara berkala kepada Petugas TPS agar tercipta pemahaman pemilu di setiap tahapan. Karena rata-rata petugas TPS terdiri dari unsur masyarakat, yang mana tidak memiliki pengalaman dalam bidang Pemilu, maka perlu menjadi perhatian Bawaslu ditingkat paling bawah," ujar Khairul.
Selain itu, Petugas TPS-pun harus memiliki kriteria sehat jasmani, rohani, baik mental dan spiritual agar tercipta terselenggara Pemilu yang berintegritas dan berkualitas.
Bersama rakyat awasi pemilu, bersama Bawaslu tegakan keadilan pemilu. (*)