Pimpinan Yayasan Universitas Fort de Kock Bukittinggi: Bubarkan Komite Nasional Uji Kompetensi

Rizky
31 Mei 2022 | 14:24:03 WIB Last Updated 2022-05-31T14:24:03+00:00
  • Komentar
Foto: Zainal Abidin Pimpinan Yayasan Universitas Fort de Kock Bukittinggi (tengah) paparkan permasalahan uji kompetensi mahasiswa di Gedung DPR RI.

Jakarta - Hari ini sudah ada pemikiran untuk memperbaiki undang undang, namun yang terjadi dalam perguruan tinggi kesehatan saat ini bukan masalah undang-undang tapi tidak hormat menjalankan undang-undang. 


Padahal ada 5 undang-undang dan 2 Peraturan Pemerintah tentang Uji Kompetensi Mahasiswa untuk diserahkan kepada Perguruan Tinggi bekerjasama dengan organisasi profesi atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi. 


    Hal tersebut disampaikan oleh Zainal Abidin, Pimpinan Yayasan Universitas Fort de Kock Bukittinggi, yang disiarkan oleh YouTube Channel DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi X DPR RI bersama Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) di Gedung DPR RI, pada hari Senin, 30 Mei 2022. 


    Sementara lanjut Zainal, hari ini menteri (Kemendikbudristek RI) membentuk Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa dengan keputusan menteri, itu sebenarnya memenggal kewenangan yang sudah diatur. 


    Lanjut Zainal, maka atas dasar itulah, kami (APTISI) menuntut kewenangan penuh Uji Kompetensi Mahasiswa diberikan kepada Perguruan Tinggi. 


    "Kami berharap kepada Komisi X DPR RI agar Komite Nasional Uji Kompetensi dibubarkan," tegas Zainal.  


    Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR RI bersama Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, serta dihadiri Ketua Dewan Pembina Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia, Marzuki Alie, Ketua Umum APTISI, M Budi Djatmiko, Pimpinan Yayasan Universitas Fort de Kock Bukittinggi, Zainal Abidin bersama Pimpinan Yayasan dan Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia. 


    Sementara itu, dalam acara yang sama Marzuki Alie, mengatakan, Perguruan Tinggi merupakan lembaga Nirlaba dan tidak patut diperlakukan layaknya Badan Usaha Perseroan Terbatas. Hendaknya Pemerintah (Kemendikbudristek RI), kata mantan ketua DPR ini tidak memperlakukan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebagai obyek pajak.


    "Pemerintah memiliki tanggung jawab bersama pemangku kepentingan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan sesuai dengan kesepakatan para pendiri bangsa sebagaimana tertuang dalam konstitusi UUD 1945," ujar Marzuki Alie.


    Lebih lanjut, pihaknya mendesak agar dilakukan peninjauan kembali kebijakan pungutan pajak kepada lembaga pendidikan dan atuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


    "Pemerintah Daerah agar menghentikan praktek pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada Perguruan Tinggi Swasta," tegasnya.


    Hal lain yang dibahas yakni tentang lulusan PTS Kesehatan yang tidak bisa bekerja. Ketua Umum APTISI, M Budi Djatmiko, mengatakan saat ini ada 320 ribu lulusan perguruan tinggi kesehatan yang tidak bisa bekerja.


    "Uji Kompetensi Mahasiswa Kesehatan seluruh Indonesia, kami sekarang ada 320 ribu lulusan PT Kesehatan yang tidak bisa bekerja dikarenakan mereka belum lulus uji kompetensi," ucapnya.


    Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda sebagai pimpinan rapat merespon positif dan mengapresiasi apa yang menjadi aspirasi tersebut. Dalam kerangka menjalankan fungsi pengawasan, DPR RI Komisi X dengan langkah konkrit akan membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait kebijakan Perguruan Tinggi Swasta. 


    Adapun tentang Uji Kompetensi tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 44, yang berbunyi:


    1. Sertifikat kompetensi merupakan pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya.


    2. Sertifikat kompetensi diterbitkan oleh PT bekerjasama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi kepada lulusan yang lulus uji kompetensi.


    3. Sertifikat kompetensi digunakan sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan tertentu.


    4. Perseorangan, Organisasi, atau Penyenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi.


    5. Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat kompetensi diatur dalam Peraturan Menteri.


    Sesuai dengan UU 12 Tahun 2012 Pasal 44 tersebut, berarti uji kompetensi tersebut memiliki kewenangan untuk dilakukan oleh Perguruan Tinggi bersama lembaga tersertifikasi dan/atau organisasi profesi. (*)

    Komentar
    Komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
    • Pimpinan Yayasan Universitas Fort de Kock Bukittinggi: Bubarkan Komite Nasional Uji Kompetensi
    • 0