![]() |
Foto: Maket rancangan gedung baru DPRD Bukittinggi. |
Pupus sudah niat Pemerintah Kota Bukittinggi untuk membangun gedung DPRD pasca keluar Putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pasalnya, lahan yang akan dibangun gedung baru DPRD Bukittinggi itu telah dimenangkan oleh pihak Yayasan Pendidikan Fort De Kock (FDK) karena lahan tersebut telah ada Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB) yang sah sejak tahun 2005.
Dalam amar putusan MA menjelaskan bahwa putusan judex facti Pengadilan Negeri (PN) Bukittinggi dan Pengadilan Tinggi (PT) Padang tidak melanggar hukum dan/atau Undang-Undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Pemko Bukittinggi harus ditolak.
Kini, perkara antara Pemko Bukittinggi dengan Yayasan FDK telah berakhir setelah ditolaknya permohonan kasasi Pemko Bukittinggi dalam Putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia, nomor: 2108 K/Pdt/2022, pada 28 Juli 2022.
Kronologi Umum Peristiwa:
Pada masa Pemerintahan Walikota Bukittinggi Djufri dan Walikota Bukittinggi Ismet Aziz, perkara tanah yang terikat PPJB masih belum ada gejolak. Namun kisruh sengketa perkara perdata antara Pemko Bukittinggi dengan Yayasan Fort de Kock (FDK) tersebut baru dimulai sejak pada masa Pemerintahan Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias.
Pada saat awal sengketa pada tahun 2019, PN Bukittinggi telah memutuskan bahwa legalitas lahan atau tanah seluas 12.000 M2 yang sebelumnya terikat jual beli atau PPJB pada tahun 2005 antara Yayasan Universitas FDK dengan Keluarga Syafri Sutan Pangeran Cs dinyatakan sah secara hukum dan dikuatkan dalam Putusan PT Padang pada tahun 2020.
Meskipun pada tahun 2007, dalam masa Pemerintahan Walikota Djufri, Pemko Bukittinggi telah membeli sebagian tanah diatas PPJB tersebut seluas 8400 M2 dari pihak keluarga Syafri St Pangeran dan dinyatakan sebagai aset Pemko Bukittinggi.
Kemudian, masih dalam masa persidangan perkara perdata, ternyata Pemko Bukittinggi telah memulai tender terbuka untuk membangun gedung DPRD baru diatas lahan/tanah PPJB pada tanggal 23 Desember 2019.
Pada saat itu juga, Pemko Bukittinggi telah menganggarkan dana perencanaan, tender dan pembangunan fisik sekitar Rp. 72 miliar yang rencananya akan dibangun pada tahun 2020 dan telah disahkan oleh DPRD Kota Bukittinggi.
Melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Pemko Bukittinggi telah mengumumkan PT. Hana Huberta sebagai kontraktor pemenang tender Gedung DPRD Bukittinggi pada tanggal 31 Januari 2020.
Namun pada tanggal 15 Mei 2020, PT. Hana Huberta akhirnya melayangkan surat kepada Presiden RI, Joko Widodo, dengan nomor 26/PT.HH-DPRD.BT/STIII/05-2020, Perihal Pelaksanaan Pembangunan Gedung DPRD Kota Bukittinggi. Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama PT. Hana Huberta, Sabar Marigan Tambunan.
Dalam surat itu dijelaskan, bahwa sejak tanggal 31 Januari 2020 LPSE Kota Bukittinggi sudah mengeluarkan Pengumuman Pemenang Tender, namun hingga sekarang PPK Pembangunan Kantor Gedung DPRD Kota Bukittinggi Sumatera Barat belum juga menindak lanjuti pengumuman tersebut dengan mengeluarkan SPBBJ den SPMK sebagaimana menurut ketentuan PASAL 85 PERPRES NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH. Hal ini sudah kami pertanyakan dalam bentuk surat (terlampir) namun tidak pernah ditanggapi.
Kemudian masih berkaitan dalam Putusan PN Bukittinggi, sebelumnya juga dijelaskan bahwa Pemko Bukittinggi dinyatakan sebagai Pembeli yang tidak beritikad baik dan Perbuatan Melawan Hukum serta dikuatkan dalam Putusan PT Padang hingga akhirnya ditolak permohonan kasasi Pemko Bukittinggi di MA.
Pasca keluar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia ini, disinyalir muncul permasalahan baru terkait gagalnya rencana pembangunan gedung DPRD Bukittinggi. Artinya, selama 4 kali ganti Walikota baik sejak masa jabatan Walikota Bukittinggi Djufri, Ismet Aziz, Ramlan Nurmatias hingga Erman Safar, pembangunan gedung DPRD Bukittinggi masih tanda tanya.
Ketika di konfirmasi kepada Kuasa Hukum Yayasan FDK, Didi Cahyadi Ningrat tentang apakah akan ada dampak hukum pidana kepada Pemko Bukittinggi terkait pasca putusan MA?
Didi mengatakan bahwa dirinya tidak ingin mengomentari dampak yang akan muncul akibat putusan MA terhadap Pemko Bukittinggi.
"Setelah kita terima relas putusan MA dari PN Bukittinggi, kita konsentrasi dengan Putusan Pengadilan untuk segera menyelesaikan sisa pembayaran PPJB kepada pihak keluarga Syafri St Pangeran. Kalau ada masalah dampak atau akibat putusan MA, biarlah menjadi urusan Pemko Bukittinggi, yang jelas kami akan bayar sisanya," kata Didi, pada Selasa, 6 September 2022 .
Jadi, jika pada akhirnya Yayasan FDK menyelesaikan sisa pembayaran PPJB kepada pihak keluarga Syafri St Pangeran, akankah gedung baru DPRD segera hadir ditengah masyarakat Bukittinggi atau justru akan muncul permasalahan baru akibat gagalnya pembangunan gedung tersebut? Mudah-mudahan ada solusi terbaik. (Redaksi)