![]() |
Foto: Razia Satlantas Polres Bukittinggi |
Akhir-akhir ini aparat Satuan Lalu lintas (Satlantas) Kepolisian Resor (Polres) Bukittinggi sering melakukan patroli keliling atau sekaligus razia bergerak/mobile yang lebih dikenal dengan hunting system. Tidak sedikit masyarakat/pengguna kendaraan bermotor terjaring dalam kegiatan hunting system dengan berbagai macam pelanggaran.
Sehingga muncul banyak pertanyaan, apakah boleh polisi melakukan tindakan tilang terhadap pelanggar lalu lintas walau tanpa razia?
Sekedar informasi, redaksi detaksumbar.com mencoba merangkum beberapa literatur dari berbagai sumber dan referensi dasar hukum, diantaranya,
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3. Peraturan Pemerintah nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Teknik razia/penindakan pelanggaran lalu lintas terdapat dalam Vademikum Polisi Lalu Lintas, Bab III, di mana disebutkan pelaksanaan penindakan pelanggaran lalu lintas digolongkan menjadi 2 yaitu;
a. Penindakan bergerak/hunting yaitu cara menindak pelanggar sambil melaksanakan patroli (bersifat insidentil). Sifat penindakan ofensif terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan [Pasal 111 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)] bagi petugas tidak perlu dilengkapi Surat Perintah Tugas.
b. Penindakan di tempat/stationer yaitu cara melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor dengan posisi statis/diam, dengan dilengkapi dengan Surat Perintah/sudah ada perencanaan terlebih dahulu.
Dalam hal diberhentikan oleh polisi yang sedang patroli (penindakan bergerak), petugas memang tidak perlu dilengkapi surat perintah tugas. Berarti juga tidak diperlukan adanya papan bertuliskan 'operasi rutin'.
Lalu bagaimana jika pemberhentian kendaraan bermotor dilakukan dengan penindakan di tempat (stationer) namun tidak memasang papan pemberitahuan 'operasi rutin'?
Sebelumnya perlu diuraikan hal-hal teknis yang wajib diperhatikan polisi pada saat melakukan pemeriksaan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (PP 80/2012), antara lain:
a. Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala atau insidental atas dasar Operasi Kepolisian dan/atau penanggulangan kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas [Pasal 15 ayat (2) PP 80/2012].
b. Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di jalan wajib menggunakan pakaian seragam dan atribut [Pasal 16 ayat (1) PP 80/2012].
c. Baik pemeriksaan kendaraan secara berkala maupun insidental, dipimpin oleh seorang penanggung jawab (Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (3) PP 80/2012).
d. Pada tempat Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di jalan secara berkala dan insidental wajib dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan adanya Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di jalan, yang ditempatkan pada jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum tempat pemeriksaan jalan [Pasal 22 ayat (1) dan (2) PP 80/2012]. Kecuali dalam hal tertangkap tangan.
Mengacu pada ketentuan-ketentuan di atas terutama yang disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) dan (2) PP 80/2012, maka Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memberhentikan kendaraan bermotor dan memeriksa surat-surat, pada dasarnya wajib memasang tanda yang menunjukkan adanya pemeriksaan kendaraan. Lebih lanjut, tanda tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat oleh pengguna jalan [Pasal 22 ayat (4) PP 80/2012]. Jelas kiranya, apabila hal tersebut dilanggar oleh polisi lalu lintas (polantas) yang memberhentikan kendaraan bermotor dan memeriksa kelengkapan surat, telah menyalahi aturan dalam PP 80/2012.
Oleh karena itu, masyarakat sebagai pengendara kendaraan bermotor memiliki hak menolak untuk diperiksa apabila polantas yang memberhentikan kendaraan yang tidak memperhatikan ketentuan-ketentuan di atas. Masyarakat bisa melaporkan keberatan kepada polantas yang bersangkutan atau penanggung jawab pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana disebut dalam Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 20 ayat (3) PP 80/2012.
Sementara itu, mengenai Tata Cara Berlalu Lintas dalam Paragraf 1, Ketertiban dan Keselamatan pada Pasal 106 ayat (5) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur, bahwa pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Surat Izin Mengemudi (SIM);
c. Bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. Tanda bukti lain yang sah.
Di samping itu, juga ditegaskan dalam Pasal 265 UU LLAJ mengenai wewenang polisi untuk melakukan pemeriksaan surat-surat kendaraan:
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 meliputi pemeriksaan:
a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji;
c. Fisik Kendaraan Bermotor;
d. Daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang; dan / atau
e. Izin penyelenggaraan angkutan.
(2) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berkala atau insidental sesuai dengan kebutuhan.
(3) Untuk melaksanakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:
a. Menghentikan Kendaraan Bermotor;
b. Meminta keterangan kepada Pengemudi; dan/atau
c. Melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab.
Yang dimaksud dengan 'berkala' menurut penjelasan Pasal 265 UU LLAJ adalah pemeriksaan yang dilakukan secara bersama-sama demi efisiensi dan efektivitas agar tidak terjadi pemeriksaan yang berulang-ulang dan merugikan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan 'insidental' adalah termasuk tindakan petugas terhadap pelanggaran yang tertangkap tangan, pelaksanaan operasi kepolisian dengan sasaran Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta penanggulangan kejahatan.
Sehubungan dengan hal itu dan mengacu pada ketentuan di atas, maka tindakan polisi yang memeriksa kelengkapan surat sepeda motor termasuk dalam pemeriksaan kendaraan bermotor secara insidental, yakni dalam hal pelaksanaan operasi kepolisian dibenarkan oleh Undang-Undang. (sumber: Tri Jata Ayu Pramesti, SH - hukumonline.com)