![]() |
Foto: Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH, Dekan Fakultas Hukum UM-Sumbar Bukittinggi. |
Bukittinggi - Seperti yang disampaikan Dr. Wendra Yunaldi SH, MH, Akademisi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Bukittinggi dalam pemberitaan sebelumnya, bahwa akan terus terbuka peluang bagi masyarakat untuk membuat gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) bagi pasangan Prabowo Gibran.
Pasalnya, pelanggaran etika Ketua KPU RI jauh lebih serius dibandingkan dengan pelanggaran profesi. Lebih dalam lagi, pelanggaran etika itu menyangkut kelayakan pribadi seseorang dalam melaksanakan tugas profesionalnya sebagai Ketua KPU.
Hal ini disampaikan Dekan Fakultas Hukum UM-Sumbar Bukittinggi, Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH dalam wawancara ekslusif dengan Jurnalis detaksumbar.com pada Rabu, (07/02).
Menurut Wendra, meskipun ini hanya hasil Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP) kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), tapi ia sudah berkali-kali dilaporkan ke DKPP.
Artinya gini, tambah Wendra, pelanggaran etika itu sebuah pelanggaran yang jauh lebih serius dibandingkan dengan pelanggaran profesi. Lebih dalam lagi, pelanggaran etika itu menyangkut kelayakan pribadi seseorang dalam melaksanakan tugas profesionalnya sebagai Ketua KPU.
"Ketua KPU itu sudah 3 kali dilaporkan, berarti intinya sudah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu, gitu saja. Apalagi pelanggaran etik Ketua KPU itu sanksinya Peringatan Keras Terakhir, masyarakat paham itu," tegasnya.
Lebih lanjut Wendra menjelaskan, akan berakibat terjadinya delegitimasi hasil pemilu tahun ini. Artinya, adanya penolakan dan pengakuan atas kewenangan yang diberikan oleh masyarakat kepada pimpinan yang telah diberikan kekuasaan meskipun dilakukan secara demokratis.
"Akan terus dipertanyakan, walaupun secara hukum tidak merubah apa-apa. Iklim seperti ini tidak bagus dalam perjalanan bangsa di negara demokrasi," kata Dekan Fakultas Hukum UM-Sumbar Bukittinggi.
Untuk itu, lanjut Wendra, kita himbau kepada seluruh elemen masyarakat ikut serta mengawal dan mengawasi proses pemungutan suara hingga pada tanggal 14 Februari mendatang. Gunanya untuk meminimalisir potensi kecurangan-kecurangan yang akan terjadi.
"Yang bikin bentrok itu biasanya politik uang, mobilisasi calon, serangan fajar, hasil pemungutan suara, ini-ini harus diantisipasi, jangan menambah beban berat legitimasi pemilu itu sendiri," terangnya.
"Meskipun dalam proses pemilu ada cacat etik tapi kalau hasil pemilu betul-betul diterima oleh masyarakat maka akan mengobati kekecewaan terhadap penyelenggaraan pemilu," harap Wendra.
Akhir wawancara Wendra mengungkapkan, dalam hitungan hari ini jelang pemungutan suara, agar jangan polemik bertambah banyak maka ikut-lah mengawal atau mengawasi proses penghitungan suara. Agar jangan menambah beban delegitimasi hasil pemilu kedepan. (*)