![]() |
Foto: MA bersama Pengacara Ade Firman. |
Bukittinggi - Pasca pemeriksaan lanjutan korban terduga pelaku issue inses (hubungan sex sedarah) yang dituduh oleh Walikota Bukittinggi, Erman Safar, inisial MA di Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Agam Solid oleh Polresta Bukittinggi, Rabu kemarin (28/06), akhirnya diamankan kembali ke rumah oleh Pamannya (pihak keluarga) yang baru saja datang dari Pulau Batam.
Tujuan dibawa MA kembali ke rumah oleh Pamannya untuk diamankan agar tidak terjadi eksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab karena kasusnya sudah viral dan mendunia.
Hal tersebut disampaikan oleh Zulhefrimen (Lujur) Kuasa Hukum keluarga korban issue inses (EY) dan (MA) pada Kamis, (29/06) di Kota Bukittinggi.
"Sebelumnya 1 hari yang lalu, memang telah terjadi pemeriksaan terhadap MA dan Pengelola IPWL di Parik Putuih, Kab. Agam yang sempat terjadi selisih paham disana. Hal tersebut karena pihak keluarga, kuasa hukum, ninik mamak dan parik paga tidak diberi tahu oleh penyidik," kata Zulhefrimen.
Lanjut Lujur, padahal sebelumnya telah diberi tau oleh Kasat Reskrim Polresta Bukittinggi bahwa setiap pemeriksaan terhadap anak akan diberitahu, didampingi oleh pihak keluarga, kuasa hukum dan psikolog.
"Hal itu yang tidak kita terima pada saat di IPWL dan sempat terjadi perselisihan pendapat," tegas Lujur.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ade Firman diruang berbeda, salah seorang pengacara keluarga korban dan pengacara Ninik Mamak yang melakukan gugatan terhadap Walikota Bukittinggi.
"Kami benarkan bahwa anak korban pencemaran nama baik itu sudah dibawa ke rumah oleh pihak Pamannya. Itu harapan keluarga, supaya tidak ada lagi pihak-pihak yang mengeksploitasi tanpa sepengetahuan kami," ucap Ade.
Selain itu harapan kami, lanjut Ade, kepada pihak penyidik bahwa ini telah terjadi tindak pidana pencemaran nama baik terhadap keluarga korban. Artinya, ada rentetan peristiwa disitu seperti ada fitnahnya, persangkaan palsu, menyerang harkat dan martabatnya, dan pasal ITE.
"Tidak hanya masalah pencemaran nama baiknya saja. Ya itu harapan kami ya, bukannya mendikte ya," ucap Ade.
Nah terkait perkembangan kasusnya sekarang, sudah ada laporan pengaduan dalam bentuk Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL), belum ada nomor Laporan Polisi (LP) nya. Mungkin ini ada kaitannya karena yang dilaporkan Kepala Daerah, harus ada masuk laporan pengaduan dulu, kemudian gelar perkara baru nanti keluar laporan polisinya.
Akhir wawancara, Ade berpesan, meskipun sifatnya masih sebatas kordinasi, kami tidak ingin ini digiring-giring ke masalah politik, karena ini ada 2 alat bukti yang sudah cukup, makanya keluarga melaporkan Walikota Bukittinggi.
"Ini bukan masalah politik, ga ada hubungannya. Ini murni memperjuangkan orang mencari keadilan, ini ada masalah dugaan tindak pidananya," tutup Ade. (*)