![]() |
Foto: Kantor PT. Bakapindo, Kamang Mudiak, Kab. Agam. |
Agam - Hingga kini masih belum tuntas upaya Pemerintah Provinsi Sumbar dan Pemerintah Kabupaten Agam, Aparat Polresta Bukittinggi termasuk Polda Sumbar memberantas keberadaan Pertambangan Tanpa Izin (PETI).
Khususnya PETI yang dilakukan masyarakat serta melibatkan perusahaan tambang batu kapur galian c, atas nama PT. Bakapindo, yang beralamat di Jorong Durian, Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, seolah tidak tersentuh oleh hukum.
Dugaan tindak pidana pertambangan tanpa izin juga pernah dilaporkan oleh Afrizal, warga Jorong Durian, Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, yang sempat didampingi kuasa hukumnya Rustam Efendi, SH, CPCLE, semenjak tanggal 10 Desember 2021.
Ini berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) pada tanggal 21 Januari 2022 dengan Nomor : SP2HP/01/I/RES.5.5/2022/Ditreskrimsus, Polda Sumbar.
Perkara ini menjadi tanda tanya sebagian besar masyarakat, salah satunya Ibu Desma warga di Jorong Durian, Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam.
Dalam bahasa minang Desma menyampaikan bahwa ambo tingga di Desa Durian Kamang Mudiak. Sabananyo caritoko lah baulang-ulang sajak tahun 2018 sampai kini ndak tuntas-tuntas doh.
"Kami ko dibodoh-bodohi se dek urang Bakapindo jo Pemerintahan terkait. Jadi kami masyarakat ndak dianggap se lai. Kami rasonyo hilang kepercayaan ka Pemerintahan yang terkait," ucap Desma, pada Minggu, 11 Desember 2022.
Sementara itu diruang terpisah, Penasehat Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bukittinggi, Mardi Wardi SH, menambahkan, padahal aparat kepolisian dan pemerintah sudah memiliki bukti-bukti temuan awal, berikut dokumen dan kesaksian dari para pihak atas dugaan peristiwa tindak pidana pertambangan ilegal yang dilakukan PT. Bakapindo.
Lanjut Mardi, untuk penyelidikan temuan baru ini telah berlangsung lebih kurang 1 bulan. Pada Jumat, 2 Desember 2022 lalu telah berlangsung sidak tim gabungan dari Dinas ESDM, Dinas LH, Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumbar bersama Polresta Bukittinggi ke kantor dan pabrik PT. Bakapindo, masih juga belum ada keterangan yang jelas dan tegas.
Secara umum, PETI berpotensi merusak wilayah karena praktiknya tidak mengindahkan kaidah dampak lingkungan dan aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lalulintas.
Apalagi tambah Mardi, ketika mengetahui dari Tim Jurnalis bahwa Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumbar, Herry Martinus sebelumnya pada tanggal 1 Desember 2022, pernah menyampaikan bahwa PT. Bakapindo tidak melakukan Operasi Produksi.
Menurut Herry Martinus, sebelum tim gabungan turun ke kantor dan Pabrik PT. Bakapindo mengatakan bahwa setau dirinya PT. Bakapindo tidak ada menambang. Kabar ijinnya masih eksplorasi dan sudah dipanggil dan mereka sudah menyampaikan laporan tertulis tentang hal tersebut.
"Kalau ada yang menambang di sekitarnya mungkin itu masyarakat," ujar Kadis ESDM Provinsi Sumbar melalui Aplikasi Whatsapp, pada tanggal 1 Desember 2022 lalu.
Sontak Mardi heran, kalau seperti ini bahasa seorang Kepala Dinas ESDM Sumbar, patut diduga telah menerima laporan, keterangan atau kesaksian palsu dari PT. Bakapindo.
"Atau patut diduga juga ada upaya melindungi aktivitas perusahaan agar mereka (Dinas ESDM Provinsi Sumbar) tidak dapat disalahkan karena kurangnya pengawasan atau memang ada 'permainan' antar para pihak agar laporan administratif dan teknis termasuk laporan pajak penghasilan usaha tetap bagus," terangnya.
Hal yang sama ditambahkan oleh Praktisi Hukum Sumbar, Riau dan Jambi, Zulhefrimen SH, bahwa dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia, dan lain-lain.
"Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air tanah," ungkap Zulhefrimen yang biasa di sapa Bang Ef.
Berikut ini adalah beberapa dugaan pelanggaran tindak pidana UU Minerba, UU PPLH, UU Cipta Kerja, UU Perpajakan, pelanggaran UU dan Peraturan Pemerintah lain yang kemungkinan dilakukan oleh PT. Bakapindo, berdasarkan pantauan Praktisi Hukum Mardi Wardi, SH dan Zulhefrimen, SH, diantaranya;
1. Tindak pidana melakukan pertambangan tanpa izin di Sungai Dareh, Kamang Mudiak, Agam.
2. Tindak pidana menampung hasil tambang batu secara ilegal di Sungai Dareh diluar izin yang dimiliki.
3. Tindak pidana sebagai pemegang IUP Eksplorasi yang melakukan kegiatan Operasi Produksi.
4. Tindak pidana menyampaikan data laporan keterangan palsu.
5. Tindak pidana merusak lingkungan yang mengakibatkan kerugian kepada masyarakat sekitar Kamang Mudiak.
6. Pelanggaran PP tentang upah kerja yang tidak standar dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan serta Jaminan Kesehatan terhadap para pekerja tambang harian atau lepas di PT. Bakapindo.
7. Pelanggaran tata ruang lokasi tambang berdasarkan Perda Kabupaten Agam.
8. Tindak pidana penggunaan area lain dan hutan lindung diluar izin yang dimiliki pada tahun 2017.
9. Tindak pidana pemalsuan dan atau penggelapan laporan pajak usaha.
"Menurut saya, jika aparat penegak hukum serius menangani kasus ini, bisa jadi lebih banyak dari ini dugaan tindak pidananya berdasarkan UU dan Peraturan Pemerintah," ungkap Penasehat Hukum PWI Kota Bukittinggi.
Wajar dugaan tindak pidana dan pelanggaran peraturan itu ada. Setelah sebelumnya kami (Tim Jurnalis) pantau berdasarkan data, fakta dan peristiwa. Artinya, ada banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan sebenarnya.
"Jika aparat berwenang bisa menindak tepat dan cepat baik secara administratif, teknis dan pidananya, kita berharap polemik ini tidak berkelanjutan," katanya.
Pernyataan yang tegas juga ditambahkan oleh Bang Ef, ini parah ini, harus diungkap tuntas ini siapa yang bermain atau mempermainkan peraturan ini. Buktinya waktu tim melakukan sidak ketahuan bahwa mereka (PT. Bakapindo) melakukan Operasi Produksi dengan adanya bukti sisa sejumlah karung berisi hasil produksi dolomit siap edar.
"Lalu diperparah lagi pada saat sidak, ada pernyataan dari pegawai Bakapindo bilang bahwa ini hasil produksi CV. Bukit Raya bukan PT. Bakapindo. Handeh, ini kesaksian palsu namanya Pak Polisi, buktikan dong kalau mereka memang tidak ada pelanggaran atau bersalah, kasih keterangan pers," ujar Bang Ef.
"Trus baru saja, kita juga dapat laporan dari warga kalau mesin produksi perusahaan masih tetap beroperasi, hebat sekali PT. Bakapindo ini," katanya.
Sebagai informasi tambahan, sebelumnya PT. Bakapindo juga telah memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) seluas 51,9 Hektar yang terbit otomatis dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal RI, pada bulan Januari 2022. Namun pada bulan Oktober 2022, Pemkab Agam meminta dibatalkan karena tidak sesuai ketentuan pada Pasal 181 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Dasar pembatalannya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Agam No 7 Tahun 2021 tentang RTRW Kabupaten Agam Tahun 2021-2041, terkait diantaranya;
a. Peta pola ruang maka lokasi berada pada kawasan Hortikultura, Permukiman Perdesaan dan Kawasan Tanaman yang terdapat Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) diatasnya.
b. Pasal 59 ayat (2) Penggenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan hasil penilaian pelaksanaan ketentuan KKPR.
PT. Bakapindo-pun sudah memiliki IUP Nomor: 1551/I/IUP/PMDN/2021 yang dikeluarkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Tentang Persetujuan Pemberian Izin Usaha Pertambangan Untuk Komoditas Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, seluas 51,9 Hektar.
Lanjut Mardi menanggapi, izin terakhir dari Kementerian ini kami nilai juga sangat aneh, izin dari Pemerintah Pusat terbit tapi Pemerintah Daerah minta dibatalkan dengan alasan-alasan tersebut.
"Artinya apa, izin eksplorasi yang dimiliki dengan luas 9,6 Hektar saja bermasalah kemudian malah mendapat izin dari pusat seluas 51,9 Hektar. Akhirnya kami berpikir, siapa dibalik perusahaan ini dan sehebat apa PT. Bakapindo, sehingga enggan buktikan dugaan tindak pidananya," pungkasnya.
"Seolah ada pihak yang 'kuat' dibelakangnya dimata aparat kepolisian dan pemerintah provinsi sumbar. Apalagi begitu mudahnya mendapatkan izin usaha pertambangan tanpa ada pertimbangan yang cermat," tutupnya. (*)