![]() |
Foto Istimewa: Miko Kamal SH, LLM, Ph.D, akademisi dan praktisi hukum Sumatera Barat. |
Bukittinggi - Polemik issue tentang dugaan kasus inses yang sebelumnya terlontar oleh Walikota Bukittinggi, Erman Safar, menjadi perhatian akademisi dan praktisi hukum ternama di Provinsi Sumatera Barat.
Menyatakan seseorang pernah melakukan hubungan intim harus sangat hati-hati. Apalagi hal ini sudah masuk ke ranah hukum, tentunya penegak hukum harus memberikan kepastian hukum untuk pelapor maupun kepastian hukum terhadap terlapor.
Hal tersebut disampaikan oleh Miko Kamal, SH, LLM, Ph.D, alumni Macquarie University Sydney, Australia, saat diwawancara ekslusif melalui saluran telepon, pada Sabtu malam, (01/07).
Lanjut Miko, secara umum, dalam dugaan tindak pidana harus terpenuhi 2 hal, yaitu actus reus dan mens rea. Actus reus merupakan unsur suatu delik, sedangkan mens rea termasuk pertanggungjawaban pembuat. Unsur actus reus adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan, sedangkan unsur mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan.
Berikut petikan wawancara ekslusif Jurnalis detaksumbar.com bersama Miko Kamal, SH, LLM, Ph.D, Akademisi dan Praktisi Hukum Ternama di Sumatera Barat.
Pertanyaan detaksumbar.com: Bagaimana abang Miko mencermati kasus tersebut dari ilmu hukum pidana?
Miko Kamal: Secara umum, dalam dugaan tindak pidana harus terpenuhi 2 hal, yaitu actus reus dan mens rea. Sederhananya, actus reus adalah tindakan atau action. Sedangkan mens rea adalah sikap batin dari pelaku tindak pidana itu sendiri.
Dalam konteks pernyataan Wako Bukittingi Erman Safar terkait inses, pihak kepolisian mesti memastikan 2 hal tersebut (actus reus dan mens rea). Untuk menentukan apakah actus reus dan mens rea tersebut, pihak kepolisian harus memeriksa Wako Erman Safar dan saksi-saksi yang relevan.
detaksumbar.com: Apa hukumnya ketika seseorang dapat dikatakan pernah melakukan hubungan intim, apalagi dinyatakan seorang ibu dengan anak yang belum jelas keabsahannya?
Miko: Menyatakan seseorang pernah melakukan hubungan intim harus sangat hati-hati. Sebab, hubungan intim hanya terjadi antara 2 orang yang melakukan. Pembuktian seseorang diduga melakukan hubungan intim (apalagi itu dilakukan antara ibu dan anak) sangat rumit secara hukum. Harus ada saksi-saksi yang benar-benar melihat kejadian atau hubungan intim tersebut. Kalaupun ada pengakuan dari pelaku, maka pengakuan itupun harus dibuat oleh kedua orang yang melakukan hubungan intim tersebut.
Pernyataan yang dibuat berdasarkan klaim satu orang saja, secara hukum belum dapat dikatakan perbuatan hubungan intim tersebut telah benar-benar terjadi.
Orang yang membuat pernyataan secara terbuka telah terjadi hubungan intim antara ibu dan anak, padahal tidak yakin terhadap kebenaran atas informasi yang disampaikannya itu, dapat terkategori sebagai perbuatan pencemaran nama baik dan/atau perbuatan yang tidak menyenangkan.
detaksumbar.com: Apa alat bukti yang kuat jika seseorang dapat dikatakan pelaku hubungan intim?
Miko: Alat bukti yang paling kuat dalam membuktikan dugaan hubungan intim adalah saksi yang melihat langsung hubungan intim itu terjadi.
detaksumbar.com: Bagaimana proses hukum yang harus dilakukan jika yang menjadi Terduga penyebar informasi yang belum jelas keabsahan dugaan tindak pidananya adalah seorang kepala daerah?
Miko: Pihak kepolisian (baik pada tahap penyelidikan maupun penyidikan) boleh saja memanggil kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana, kecuali pemanggilan itu dilanjutkan dengan tindakan penahanan yang harus mendapatkan izin dari Presiden.
detaksumbar.com: Dengan situasi sekarang yang telah menjadi konsumsi publik, bagaimana seharusnya tindak lanjut penegak hukum (kepolisian)?
Miko: Pihak kepolisian harus memeriksa Wako Erman Safar yang telah dilaporkan oleh pelapor. Pemeriksaan itu penting untuk memberikan kepastian hukum. Baik kepastian hukum untuk pelapor maupun kepastian hukum terhadap terlapor Erman Safar.
Jika pemeriksaan tidak dilakukan, kasus ini jadi tergenang tanpa kepastian. Padahal salah satu kewajiban dari aparat kepolisian adalah memberikan kepastian hukum, baik kepada pelapor maupun kepada terlapor. (*)