![]() |
Foto: Proyek Pembangunan Stasiun Lambuang Bukittinggi. |
Bukittinggi - Berdasarkan surat nomor: B/124/X/Res.3.3/2023/Ditreskrimsus, pada tanggal 9 Oktober 2023, Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) memanggil Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi, Wahyu Bestari untuk klarifikasi pembangunan Stasiun Lambuang.
Surat pemanggilan tersebut dalam rangka klarifikasi dugaan ketidaksesuaian pedoman perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang menjadi lokasi pembangunan aset (stasiun lambuang) dalam bentuk perjanjian sewa di lahan milik PT. KAI yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2022 dan 2023.
Kehadiran Wahyu Bestari pada Kamis, 12 Oktober 2023 di Polda Sumbar kemarin, selaku Pejabat Pembuat Komitmen proyek stasiun lambuang saat dirinya menjabat sebagai Sekretaris Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi.
Menurut Wahyu saat dikonfirmasi di Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi, pada Jumat, (13/10), bahwa sebenarnya ini masalah adanya pengaduan masyarakat tentang proyek stasiun lambuang. Saya tidak tahu siapa yang membuat pengaduan.
"Yang dipertanyakan kemarin itu tentang sewa lahan PT. KAI secara yuridis lalu tentang pembangunan infrastruktur di lahan KAI serta proses pembangunan konstruksi (stasiun lambuang) hingga sekarang," ucapnya.
Bagi saya, lanjut Wahyu, kita sudah melakukan kajian, secara yuridis sewa-menyewa dan melakukan pembangunan disitu jelas dan ada surat kontrak antara Pemko Bukittinggi dengan PT. KAI.
"Dalam nomenklaturnya, pada perencanaan awal memang lahan KAI itu untuk penampungan pedagang pasar bawah (yang mengalami kebakaran), eks pedagang kaki lima di stasiun dan tempat parkir," ujarnya.
Lanjut Wahyu, ini kan masalah fokusnya. Kalau dulukan fokusnya masalah relokasi pedagang pasar bawah ke stasiun. Cuma karena dana pembangunan pasar bawah itu kan besar, makanya kita minta dana bantuan dari pusat (pemerintah pusat). Sementara dana dari pusat itu tidak kunjung turun, kalau mau dibangun kemana mau direlokasi.
"Dak mungkin-kan kita relokasi pedagang pasar bawah ke tanah Pemko yang di Garegeh, yang saat ini sedang bermasalah dengan Stikes (Fort de Kock) atau kita relokasi pedagang ke lapangan ateh ngarai, tentu tidak mungkin," kata Wahyu.
Sebenarnya, tambah Wahyu, ini pengaduan masyarakat (Dumas) kan tentang persepsi pedoman perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dianggap tidak sesuai. Kalau kita lihat sekarang-kan sudah keluar Addendum ke II dari KAI tentang larangan pembangunan secara permanen itu sudah dihapus.
Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya.
"Tinggal masalah perpanjang kontrak yang belum karena harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris (Dekom) KAI. Mungkin sedang sibuk. Sampai tadi pagi kita sudah komunikasi dengan pihak KAI bahwa draftnya sudah sampai ke Dekom, tinggal tunggu tanda tangan aja lagi," kata Kadis Perindag Kota Bukittinggi.
Ketika ditanya Jurnalis, sudah berapa banyak yang diminta keterangan oleh pihak Polda Sumbar?
Kemudian Wahyu Bestari menjawab, tidak tau. Sebenarnya ini kan untuk rakyat bukan untuk Pemko. Intinya secara prinsip tanah itu memang kita sewa, diperuntukkan relokasi pedagang pasar bawah, relokasi pedagang kuliner stasiun dan lahan parkir. (*)