![]() |
Padang - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan Partai Prima melawan KPU dinilai janggal. Karena salah satu putusannya memerintahkan KPU menunda pelaksanaan pemilu. Putusan ini menuai perdebatan masyarakat dan ahli hukum.
Ahli hukum DR Otong Rosadi turut mengkritik putusan itu. Menurutnya Putusan PN terkait gugatan perdata: perbuatan melawan hukum (PMH) dari Partai Prima ke KPU RI. Putusannya harusnya hanya terkait antara Partai Prima dengan KPU RI saja.
"Putusan keperdataan tidak bersifat erga omnes atau mengikat umum, partai-partai lainnya," kata Otong Rosadi.
Mantan Rektor Universitas Eka Sakti ini juga menilai Objek sengketa Ini kaitannya dengan Putusan KPU RI, terkait hal ini ada mekanisme penyelesaian melalui sengketa proses Pemilu ke Bawaslu RI lalu ke PTTUN. Ikhtiar ini sudah dilakukan Partai Prima hasilnya ditolak.
"Catatan saya selanjutnya adalah PN menurut saya bisa menolak sengketa ini, karena terkait kompetensi. Kemudian terkait hasil putusan Sikap KPU RI yang segera banding atas Putusan ini, sangat tepat," jelas ahli hukum dan pemilu ini
Menurut Otong Rosadi penundaan tahapan Pemilu melalui Putusan PMH di PN bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945 dan UU Nomor 7 Tahun 2017. Selain itu Putusan serta merta Hakim PN Jakpus terkait penundaan tahapan tidak sesuai dengan SEMA Nomor 3 Tahun 2000,
"Karenanya KPU RI tidak perlu menjalankan Putusan ini," tegas Otong.
Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat dan memutus KPU bersalah dan merugikan Partai Prima. Selain penundaan pemilu, hakim juga memutuskan sanksi ganti rugi sebesar Rp 500 juta.
"Banding sebagai upaya hukum KPU RI harus dilakukan dan didukung oleh semua kita," pungkas Otong.