![]() |
Foto: Rapat Paripurna di DPRD Jota Bukittinggi. |
Bukittinggi - Suasana rapat paripurna di gedung DPRD Bukittinggi memanas saat berlangsung tanya jawab seputar masalah bantuan sosial (bansos) antara Walikota Bukittinggi dengan sejumlah Anggota DPRD Kota Bukittinggi.
Salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut diantaranya tentang anggota Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) yang dibiayai oleh Pemerintah Kota Bukittinggi, melakukan dugaan intervensi keberpihakan dan intimidasi kepada masyarakat penerima manfaat sosial agar memilih salah satu calon legislatif (Caleg) dari Partai Gerindra termasuk Caleg dari Partai Golkar.
Hal ini terungkap dalam suasana rapat dan berlanjut usai Rapat Paripurna Penandatanganan Nota Persetujuan Bersama Raperda Tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak serta Ketentraman dan Ketertiban Umum di Gedung DPRD Bukittinggi, pada Senin, (08/01),
Bergulirnya issue tentang dugaan intervensi keberpihakan, intimidasi atau ancaman terhadap masyarakat penerima bantuan sosial, salah satunya dilontarkan oleh Rahmi Brisma, Anggota DPRD Kota Bukittinggi dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Menurut Rahmi Brisma bahwa memang dilapangan terjadi, mungkin dilevel Kadis, Kabag, Kasi tidak ada (intimidasi) tetapi dilevel pembantu pelaksanaan tugas atau dilevel kelurahan itu terjadi.
"Kalau hak para penerima bantuan sosial yang berasal dari APBN, berarti bukan hanya hak Pak Jokowi atau Gerindra saja dong yang bisa menyerahkan kepada yang berhak. Boleh juga dong kami-kami ini mengajukan nama-nama warga yang terdata di DTKS, yang sama sekali belum pernah mendapatkan bantuan, maka dalam kesempatan ini kami sampaikan," ungkapnya.
DTKS adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang meliputi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), Penerima Bantuan dan Pemberdayaan Sosial, serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).
"Sehingga akibat hal itu, berdampak politik yang tidak sehat terhadap warga dalam masa pemilu 2024 di Kota Bukittinggi. Pada akhirnya rusaklah mental masyarakat. Bagaimana kalau tambah menjadi-jadi, siapa yang tanggung jawab. Ya Pemimpinnya lah," Rahmi heran.
Sementara itu, saat dikonfirmasi usai rapat paripurna, Anggota DPRD Kota Bukittinggi dari Partai Demokrat, Yontrimansyah menambahkan dana bantuan ini bukan hanya dari APBN tetapi ada juga dari APBD.
Sebenarnya, lanjut Yontrimansyah, saya sudah pernah bilang ke Pak Walikota. Bahwa yang meresahkan kawan-kawan ini adalah PSM-PSM ini dalam menjalankan tugasnya itu menjual nama-nama orang (caleg-caleg) dari Partai Gerindra.
"Mereka (PSM) itu menyerukan, kalau tidak memilih si A, nanti tidak dapat lagi bantuan. Inikan intimidasi. Dulu gak ada terjadi, sekarang terjadi di Bukittinggi," jelasnya.
"Sementara jawaban Pak Walikota tidak singkron dengan pertanyaan kawan-kawan tadi. Padahal kami punya bukti, foto, video dan saksi dilapangan," jelas Yontrimansyah.
Temuan lain juga disampaikan oleh Anggota DPRD Kota Bukittinggi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Irman Bahar bahwa hal-hal seperti ini tidak hanya dilakukan oleh PSM saja.
"Ada juga diluar PSM yang melakukan hal yang sama yakni Caleg-caleg Gerindra dan Caleg-caleg dari Golkar. Mereka membagikan voucher-voucher sembako yang berasal dari Dinas Sosial dan BAZNAS yang diambil dari kelurahan lalu dibagikan kepada masyarakat," ujar Irman.
"Jadi voucher ini (senilai Rp. 200 ribu) diambil di kelurahan lalu bisa dicairkan di warung sembako yang berada di Simpang Lambau. Sangat jelas sekali, yang melakukan Caleg dari Gerindra dan Golkar," tegasnya.
Sementara itu, masih dalam suasana rapat, Walikota Bukittinggi Erman Safar mengakui bahwa hampir semua bantuan tersebut berasal dari APBN bahkan sampai akhir tahun 2024 ini akan semakin banyak. Ada konsekuensi logisnya.
"Kalau masalah program-program yang dibuat Pemerintah dan DPR itu pasti berdampak pada ekonomi, sosial lalu bonusnya berdampak kepada politik. Ini berkonsekuensi logis dari sebuah program yang diramu oleh pemerintah, ini hal yang wajar," kata Erman.
Namun demikian, meski ditengah hiruk pikuknya perdebatan, Rapat Paripurna Penandatanganan Nota Persetujuan Bersama Raperda Tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak serta Ketentraman dan Ketertiban Umum itu akhirnya di setujui untuk disahkan setelah sebelumnya Ketua DPRD kota Bukittinggi, Beny Yusrial meminta persetujuan kepada seluruh anggota DPRD kota Bukittinggi. (*)