Politisasi Dana Bansos Cederai Demokrasi Kota Bukittinggi

Rizky
09 Januari 2024 | 09:25:09 WIB Last Updated 2024-01-09T09:25:09+00:00
  • Komentar

Bukittinggi - Isu politisasi dana Bantuan Sosial (Bansos) yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Caleg Gerindra dan Caleg Golkar Kota Bukittinggi, menyeruak didalam Rapat Paripurna Penandatanganan Nota Persetujuan Bersama Raperda Tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak serta Ketentraman dan Ketertiban Umum di Gedung DPRD Bukittinggi, pada Senin kemarin, (08/01).


Dalam pemberitaan detaksumbar.com sebelumnya, ada temuan lain penyaluran dana bansos yang dilakukan oleh para caleg partai tertentu. Anggota DPRD Kota Bukittinggi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Irman Bahar mengatakan bahwa hal-hal seperti ini tidak hanya dilakukan oleh PSM saja. 


    "Ada juga diluar PSM yang melakukan hal yang sama yakni Caleg-caleg Gerindra dan Caleg-caleg dari Golkar. Mereka membagikan voucher-voucher sembako yang berasal dari Dinas Sosial dan BAZNAS yang diambil dari kelurahan lalu dibagikan kepada masyarakat," ujar Irman. 


    Bentuk politisasi pendistribusian dana bansos yang terjadi ditengah masyarakat kota Bukittinggi mengarah kepada ancaman atau intimidasi kepada masyarakat penerima agar memilih salah satu caleg-caleg tertentu.



    Foto: Rapat Paripurna Penandatanganan Nota Persetujuan Bersama Raperda Tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak serta Ketentraman dan Ketertiban Umum di Gedung DPRD Bukittinggi.


    Dalam amanahnya saat rapat, Anggota DPRD Kota Bukittinggi dari PKS, Syaiful Efendi mengatakan bahwa ada ancaman tidak akan mendapatkan bansos lagi terhadap masyarakat penerima, jika tidak memilih salah satu caleg partai tertentu oleh oknum-oknum PSM.


    "Padahal sebelumnya PKS telah menyampaikan bahwa anggaran yang dititipkan kepada dinas sosial dan di baznas, lahir dari niat yang tulus dan ikhlas untuk kepentingan masyarakat banyak," tegasnya. 


    Namun apa yang terjadi dilapangan, lanjut Syaiful, bahwa bansos-bansos tersebut yang dibagi-bagikan oleh si A, dibagikan oleh si B, voucher-voucher bansos dibagikan oleh caleg-caleg tertentu, maka sangat menodai dan mencederai demokrasi di kota Bukittinggi. 


    Hal yang sama diucapkan oleh Wakil Ketua DPRD kota Bukittinggi dari PKS, Nur Hasra, sebagai salah satu unsur pimpinan menghimbau agar menjaga pemilu ini berintegritas, jujur dan adil. 


    Dirinya menilai, bahwa jawaban dari Walikota Bukittinggi tidak menjawab substansi pertanyaan-pertanyaan kawan-kawan anggota dewan terhadap apa yang terjadi dilapangan. 


    "Gunakanlah posisi sebagai kepala daerah yang harus netral, agar masyarakat tidak tergiring dengan politik pragmatis. Apa lagi kepala daerah juga sebagai ketua partai politik," ucapnya. 


    Sementara itu, hal yang sama juga disampaikan Anggota DPRD Kota Bukittinggi dari PAN, Rahmi Brisma, bahwa masyarakat penerima bantuan yang di intervensi itu sudah terjadi, bukan lagi yang kita khawatirkan. 


    "Contoh, ada 41 orang di wilayah Guguak Panjang yang dikategorikan miskin kronis justru sengaja tidak mendapatkan bantuan. Ditenggarai karena masyarakat itu tidak mendukung salah satu caleg dari partai tertentu. Setelah kita ketahui, lalu kita berkordinasi RT dengan RW dengan kelurahan, akhirnya dibagi juga bansosnya," ucapnya. 


    "Ini permainan apa, itu nyata loh, sempat bertinju Pak RT-nya dengan RW karena warganya dihambat untuk dapat Bansos. Akhirnya Pak RT ancam balik, katanya kalau tidak dibagi bansos kepada warganya akan dipermasalahkan. Kemudian ditelepon dinas sosial lalu akhirnya kelurahan membagikan," kata Rahmi. (*) 

    Komentar
    Komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
    • Politisasi Dana Bansos Cederai Demokrasi Kota Bukittinggi
    • 0