![]() |
Foto: Kantor Pengadilan Negeri Bukittinggi |
Bukittinggi - Terkait berakhirnya waktu proses Aanmaning atau upaya menerima permohonan eksekusi dari Yayasan Fort De Kock (Pemohon) yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bukittinggi tentang perkara perdata dengan Pemko Bukittinggi (Termohon), maka kepada Termohon (yang kalah) agar menjalankan isi putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan tetap secara sukarela.
Hal tersebut disampaikan oleh Humas PN Bukittinggi, Lukman Hakim pada Kamis, 13 Oktober 2022 di ruang tamu Gedung PN Bukittinggi.
Menurut Lukman, saat ini proses Aanmaning yang telah berjalan selama 8 hari sejak didaftarkan, artinya sekarang waktunya sudah habis. Jadi teknis setelah Aanmaning itu adalah eksekusi yang terbagi dalam 3 kriteria, diantaranya eksekusi real atau pengosongan secara paksa, eksekusi pembayaran sejumlah uang dan eksekusi melakukan perbuatan suatu tertentu.
Hal ini sesuai hasil Putusan Mahkamah Agung perkara nomor: 2108 K/Pdt/2022, tentang sengketa perdata antara Yayasan Pendidikan Universitas Fort de Kock dengan Pemko Bukittinggi.
Adapun para pihak yang sebelumnya terlibat dalam perkara tersebut di PN Bukittinggi, diantaranya, Yayasan Fort de Kock selaku Penggugat kemudian Syafri St. Pangeran (Tergugat 1), H. Arjulis Dt. Basa (Tergugat 2), Muhammad Nur (Tergugat 3), Pemko Bukittinggi (Tergugat 4) dan Notaris Hj. Tessi Levino, SH (Tergugat 5).
Dalam kasus ini adalah eksekusi memerintahkan kepada para pihak melakukan perbuatan suatu tertentu dan dilanjut dengan pembayaran sejumlah uang. Artinya pihak Fort De Kock akan menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan aturan yang sudah diperjanjikan (Perjanjian Pengikatan Jual Beli - PPJB), kemudian pihak pemilik tanah (Syafri) menyerahkan sertipikat kepada pihak Fort De Kock.
Intinya tambah Lukman, sesuai dengan putusan selesaikan perjanjian perikatan jual beli itu. Merujuk dalam kasus ini, sebetulnya sertipikat tidak bisa dalam penguasaan Pemko, karena PPJB belum selesai.
Dalam putusan-kan sudah jelas, lanjut Lukman, Menghukum Para Tergugat untuk melaksanakan serta melanjutkan kembali seluruh Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanggal 29 November 2005, dilegalisasi oleh Hj. Tessi Levino, SH, Notaris di Bukittinggi dengan Nomor: 150/D/IXI/2005 secara penuh dan tuntas sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Nanti setelah itu, Ketua PN Bukittinggi akan mengeluarkan berita acara atau surat pelaksanaan eksekusinya," ucapnya.
Menanggapi proses Aanmaning, Ketua DPRD Kota Bukittinggi, Benny Yusrial mengatakan kami dari DPRD Kota Bukittinggi tidak ada keinginan untuk membangun kantor DPRD lagi.
Sebelumnya, pada tahun 2020 Pemko Bukittinggi sempat menganggarkan pembangunan gedung DPRD Kota Bukittinggi diatas tanah yang masih terikat PPJB tersebut dan pada saat itu sedang berlangsung persidangan di PN Bukittinggi.
"Sebaiknya Pemko selesaikan perkara ini hingga tuntas, hormati saja putusan Pengadilan," pungkas Benny. (*)