![]() |
Bukittinggi - Pasca penetapan eksekusi di Pengadilan Negeri Bukittinggi Kelas 1B, Jumat kemarin, tentang pembayaran sejumlah uang dari Kuasa Pemohon Eksekusi (Yayasan Fort De Kock) Didi Cahyadi Ningrat dan Rekan kepada Syafri St. Pangeran (Termohon 1), Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Isra Yonza, Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, tidak menyerahkan sertipikat Akta Jual Beli (AJB).
Proses eksekusi tersebut juga dihadiri oleh H. Arjulis Dt. Basa (Termohon 2), Muhammad Nur (Termohon 3), Pemko Bukittinggi (Termohon 4) dan Notaris Hj. Tessi Levino, SH (Termohon 5),
"Bahwa amar yang di eksekusi itu, amar nomor 5 yang tidak menyangkut kita, kita tidak terlibat," ucap Isra Yonza, pada Jumat, 14 Oktober 2022.
Lalu Isra Yonza menambahkan, Pertama, kita luruskan dari pemberitaan sebelumnya, terbukti bahwa untuk eksekusi amar ke 5 putusan PN Bukittinggi, itu hanya menyangkut Penggugat dan Para Tergugat 1,2,3, sementara kita tidak terlibat dalam pelaksanaan eksekusi.
Yang kedua, Amar itu sudah dirubah oleh Ketua PN Bukittinggi, berdasarkan penetapan, dengan membayar, menyelesaikan kalau saya tidak salah menyelesaikan PPJB dengan membayar. Artinya tugas di amar ke 5 itu sudah selesai.
Yang ketiga, untuk persoalan dengan Pemerintah Kota, kita belum bisa mengatakan AJB kita serahkan, tidak akan kita serahkan begitu saja, itu tidak mungkin.
"Penyebabnya adalah amar yang di eksekusi itu amar nomor 5 yang tidak menyangkut kita, kita tidak terlibat. Kemudian selanjutnya itu terserah mereka, terserah Para Pemohon dan Termohon eksekusi 1,2,3," tegasnya.
"Tidak akan diserahkan, sampai saat ini kita tidak melihat adanya korelasi antara eksekusi sekarang dengan AJB kita. Untuk perkara saya pikir, perkara ini sudah selesai," kata Isra Yonza.
Isi poin 5 pada putusan PN Bukittinggi nomor: 28/Pdt.G/2019/PN BKT adalah; Menghukum Para Tergugat untuk melaksanakan serta melanjutkan kembali seluruh Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanggal 29 November 2005, dilegalisasi oleh Hj. Tessi Levino, SH, Notaris di Bukittinggi dengan Nomor: 150/D/IXI/2005 secara penuh dan tuntas sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sementara itu, Kuasa Hukum Yayasan Fort De Kock, Guntur Abdurahman menegaskan Pemko Bukittinggi telah membangkang karena tidak secara sukarela melaksanakan putusan Pengadilan.
"Dengan membangkang tentu ada konsekuensi yaitu konsekuensi hukum dan konsekuensi politik. Ini adalah pelanggaran hukum yang nyata. Sementara Pemerintah itu tidak hanya Walikota dan Jajaran tapi ada DPRD juga," kata Guntur.
Lanjut Guntur, DPRD sebagai wakil masyarakat wajib memastikan Pemerintah untuk taat hukum. DPRD bisa gunakan hak interpelasi untuk bertanya jika Pemerintah tidak taat hukum. Sekarang DPRD mau melakukan itu atau tidak?
Hal yang sama disampaikan Didi Cahyadi Ningrat, silahkan saja masyarakat menilai, memberikan tanggapan Pemerintah ini. Padahal Pengadilan menegaskan bahwa Para Tergugat harus tunduk dan patuh terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, itu tidak ada persoalan bagi kami.
"Langkah selanjutnya, kita akan segera mendaftarkan Akta PPJB ini ke Badan Pertanahan Nasional untuk dikeluarkan sertipikat atas objek perkara yang kita gugat. Tidak ada halangan hukum apapun meskipun Pemko Bukittinggi tidak menyerahkan sertipikat kepada kami," ujarnya.
Lanjut Didi, kesimpulannya adalah,
1. Pemko Bukittinggi telah kembali melakukan perbuatan melawan hukum terhadap putusan sah,
2. Pemko telah kehilangan haknya terhadap objek perkara yaitu sertipikat 655,
3. Silahkan instansi atau pejabat yang berwenang menindak lanjuti peristiwa eksekusi ini. (*)