![]() |
Foto Drone Fadhly Reza: Universitas FDK Kota Bukittinggi |
Bukittinggi - Terlalu lamanya bergulir sengketa perkara perdata tentang tanah milik Universitas Fort De Kock (FDK) dengan Pemerintah Kota Bukittinggi yang saat ini masih di tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia, menyisakan berbagai tanya dibeberapa kalangan masyarakat.
Mengapa, hingga saat ini, hasil keputusan perkara peradilan di tingkat Mahkamah Agung tidak kunjung usai pasca dimenangkan pihak Universitas FDK di tahap Pengadilan Negeri Bukittinggi dan Pengadilan Tinggi Padang, Sumatera Barat. Padahal perkara tersebut sudah cukup lama masuk atau didaftarkan ditingkat Mahkamah Agung. Lalu muncul pertanyaan masyarakat apakah benar ada upaya damai?
Sementara itu, menanggapi info adanya upaya perdamaian antara pihak Pemko Bukittinggi dengan pihak Universitas FDK, Pemimpin Yayasan Universitas FDK, Zainal Abidin beberapa hari lalu menyatakan, bukan kami yang harus ajukan perdamaian tapi Pemko Bukittinggi, namun jika diminta damai kami tidak keberatan.
Lanjut Zainal, kalau bicara damai, sebenarnya jauh sebelumnya berperkara, kami sudah mengajukan perdamaian pada saat Walikota Ramlan Nurmatias. Yang pertama dengan cara ruislag (tukar menukar) tanah yang lokasinya strategis dan dekat dengan Pemko Bukittinggi. Yang kedua dengan perubahan titik kordinat, tetapi karena mau menyerang terus, tidak ada titik temu maka akhirnya kami ajukan ke Pengadilan. Itu kronologisnya.
"Sekarang Pemerintah sudah berganti, maka datanglah oknum Kejaksaan (Kejari Bukittinggi) memberikan tawaran agar kami berkenan untuk berdamai. Agar pembangunan kota dapat lebih cepat terlaksana, kan begitu, " ungkapnya.
"Kami tidak mengajukan damai, iya! Kalau kami yang ajukan damai, sama saja menganulir perkara yang sedang berjalan. Bukan kami yang harus ajukan perdamaian tapi Pemko Bukittinggi, namun jika diminta damai kami tidak keberatan," tegas Pemimpin Yayasan Universitas FDK!
Hal berbeda disampaikan oleh Sekretaris Daerah Pemko Bukittinggi, Martias Wanto, pada Rabu, 29 Juni 2022, melalui saluran pesan singkat WhatsApp, menyampaikan bahwa pihak Universitas Fort de Kock yang pertama kali menawarkan upaya perdamaian.
"Usulan perdamaian (tukar guling) yang ditawarkan oleh pihak Fort de kock, saat ini sedang kita mintakan LEGAL OPINION (LO) - nya dari Kejaksaan Negeri Bukittinggi," kata Martias Wanto.
Ketika detaksumbar.com melanjutkan pertanyaan mengenai sejak kapan upaya itu dilakukan dan kapan hasil LO Kejari Bukittinggi bisa didapat?
Martias menjawab, upaya tersebut sudah berlangsung sekitar 1 bulan yang lalu dan pihak Kejari tentu akan mempelajari secara detil permasalahannya.
Pertanyaan masyarakat terkait lamanya perkara persidangan perdata tersebut di MA, juga disampaikan oleh Praktisi Hukum Ternama, Zulhefrimen SH, disela-sela kegiatannya di Pengadilan Pasaman, pada Rabu, 29 Juni 2022.
Menurut Zulhefrimen, kemungkinan dalam perkara ini ada beberapa syarat kelengkapan berkas yang belum lengkap dari para pihak atau bisa jadi karena banyaknya perkara yang masuk ditingkat Mahkamah Agung.
Lanjut Lujur sapaan Zulhefrimen, sehingga untuk mengetahui hal itu, perlu ditindaklanjuti oleh para pihak ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
"Namun jika kita coba telaah perkara tersebut dari awal, sejak perkara tersebut berlangsung di PN Bukittinggi hingga ke PT Padang, pihak Fort De Kock kalau tidak salah selalu menang. Artinya, perjuangan tinggal sedikit lagi," ungkapnya.
Ketika ditanya, apakah di tengah jalannya persidangan ditingkat Mahkamah Agung, masih bisa diadakan upaya perdamaian? Lujur menjawab, upaya perdamaian bisa diajukan dan sah-sah saja selama belum ada keputusan Pengadilan yang pasti.
Mekanismenya tambah Lujur, bisa dilakukan didalam atau diluar persidangan, kemudian ketika sudah ada kesepakatan dari kedua pihak, lalu dilaporkan ke Pengadilan, yakni MA.
"Sebelumnya, Perkara perdata nomor: 28/Pdt.G/2019/PN Bkt, dalam bentuk gugatan wanprestasi diajukan oleh Nazaruddin, Pimpinan Universitas FDK melalui kuasa hukum," ujar Didi Cahyadi Ningrat, SH, Kuasa Hukum Universitas FDK (selaku Penggugat).
Lanjut Didi dilokasi berbeda, kami melawan para pihak, diantaranya, Syafri St. Pangeran (Tergugat 1), H. Arjulis Dt. Basa (Tergugat 2), Muhammad Nur (Tergugat 3) Pemko Bukittinggi (Tergugat 4), Notaris Hj. Tessi Levino, SH (Tergugat 5).
"Keputusan Pengadilan Tinggi (PT) Padang, Sumatera Barat dengan nomor 68/PDT/2020 PT PDG, diputus pada tanggal 28 Mei 2020, bahwa Pengadilan menolak banding dan permohonan banding tidak berdasar hukum. Sehingga Putusan PT itu, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi dengan nomor: 28/Pdt.G/2019/PN Bkt, pada tanggal 11 Maret 2020 dan menyatakan pembanding/dahulu Tergugat IV, kalah dalam perkara serta menghukum pembanding/dahulu Tergugat IV membayar seluruh biaya perkara," kata Didi. (*)